Akhlak Dalam Menghadapi Godaan Wanita

Akhlak Dalam Menghadapi Godaan Wanita

Dari Usamah bin Zaid diriwayatkan bahwa ia berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda:
“Tidak pernah kutinggalkan sepeninggalku godaan yang lebih besar bagi kaum lelaki daripada wanita.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Said Al-Khudri diriwayatkan bahwa ia berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda:
“Sesungguhnya dunia ini indah dan manis, dan sesungguhnya Allah telah menjadikan kamu sekalian sebagai khalifah lalu melihat apa yang akan kalian perbuat. Maka waspadailah dunia dan wanita. Sesungguhnya godaan dan bencana pertama yang menimpa Bani Israil adalah wanita.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim)
Dari Asy’ats bin Sulaim diriwayatkan bahwa ia berkata: “Aku pernah mendengar Raja bin Haiwah meriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal bahwa beliau berkata: “Kalian semua telah diuji dengan cobaan yang berat, namun kalian tetap bersabar. Namun kalian nanti akan diuji dengan godaan yang menyenangkan. Dan godaan yang paling aku takutkan atas diri kalian adalah godaan wanita apabila mengenakan gelang-gelang emas, memakai pakaian dari Syam (sejenis kain sari) dan jubah dari Yaman. Meeka (wanita-wanita itu membebani suaminya yang fakir dengan sesuatu yang dia tidak mampu membelinya. (Shifatush Shafwah I:497)
Dari Ali bin Zaid bin Said bin MUsayyib diriwayatkan bahwa ia berkata : “Setiap kali syetan putus asa menghadapi manusia, ia pasti menggunakan godaan wanita. ” Said mengatakan kepada kami ucapannya itu ketika ia berumur delapan puluh empat tahun; salah satu matanya sudah buta, sementara yang lainnya rabun malam. Beliau juga berkata: “Tidak ada yang lebih aku khawatirkan daripada wanita.” (Shifatush Shafwah II : 80)
Abbas AD-Duuri menyatakan: “Sebagian sahabat kami ada yang menuturkan: “Konon Sufyan Ats-Tsauri seringkali menyenandungkan dua bait syair berikut ini :
Kelezatan-kelezatan yang didapati seseorang dari yang haram, toh akan hilang juga, yang tinggal hanyalah aib dan kehinaan,
Segala kejahatan akan meninggalkan bekas-bekas buruk, sungguh tak ada kebaikan dalam kelezatan yang berakhir dengan siksaan dalam neraka!” (“RAudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaaqin” karya Ibnul Qayyim Al-Jauzi hal.230)

Muhammad bin Ishaaq menyatakan : “As-Sirri bin Dinaar pernah lewat di sebuah jalan di kota Mesir. Disana tinggal seorang wanita cantik yang amat menggoda karena kecantikannya. Karena tahu dirinya menarik, sang wanita berkata: “Aku akan menggoda lelaki ini. ” Maka wanita itupun masuk ke tempat lelaki itu dari pintunya. Wanita itu membuka wajahnya dan memperlihatkan dirinya di hadapan As-Sirri. Beliau bertanya: “Ada apa denganmu?” Wanita itu berkata; “Maukah anda merasakan kasur yang empuk dan kehidupan yang nikmat?” Beliau menghadap wanita itu sambil melantunkan syair:
Berapa banyak pecandu kemaksiatan yang mereguk kenikmatan dari wanita-wanita itu, namun akhirnya ia mati meninggalkan mereka untuk merasakan siksa yang nyata,
Mereka menikmati kemaksiatan yang hanya sesaat, untuk merasakan bekas-bekasnya yang tak kunjung sirna.
Wahai kejahatan, sesungguhnya Allah melihat dan mendengar hamba-Nya, dengan kehendak Dia pulalah kemaksiatan itu tertutupi juga.” (Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaaqin, karya Ibnul Qayyim hal.339)

Abul Faraj dan yang lainnya menceritakan , bahwa ada seorang wanita cantik tinggal di Makkah. Ia sudah bersuami. Suatu hari ia bercermin dan menatap wajahnya sambil bertanya kepada suaminya: “Apakah menurutmu ada seorang lelaki yang melihat wajah dan tidak akan tergoda?” Sang suami menjawab:”Ada!” Si istri bertanya lagi: “Siapa dia?”Suaminya menjawab: “Ubaid bin Umeir.” Si istri menjawab: “Ijinkan aku untuk menggodanya.”Silakan, aku telah mengijinkanmu,” jawabnya. Abul Faraj menuturkan: “Maka wanita itu mendatangi Ubaid seperti layaknya orang yang meminta fatwa. Beliau membawanya ke ujung masjid Al-Haram dan menyingkapkan wajahnya yang bagaikan kilauan cahaya rembulan. Maka Ubeid berkata kepadanya; “Wahai hamba Allah, tutuplah wajahmu.” Si wanita menjawab: “Aku sudah tergoda denganmu. “Beliau menanggapi; “Baik. Saya akan bertanya kepadamu tentang satu hal, apabila engkau menjawabnya dengan jujur, aku akan perhatikan keinginanmu.” Si wanita berkata: “Saya akan jawab setiap pertanyaanmu dengan jujur.”
Beliau bertanya: “Seandainya sekarang ini malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, apakah engkau ingin aku memenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab: “Tentu Tidak.” Beliau berkata:”bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Beliau bertanya lagi: “Seandainya engkau telah masuk kubur dan bersiap-bersiap untuk ditanya, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab: “Tentu tidak.” Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Beliau bertanya lagi: “Apabila manusia sedang menerima catatan amal perbuatan mereka, lalu engkau tidak mengetahui apakah akan menerimanya dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab: “Tentu tidak.” Beliau berkata:”Bagus, engkau telah menjawab dengan jujur.”
Beliau bertanya lagi: “Apabila engkau sedang akan melewati Ash-Shirat (jembatan yan gterhampar di atas neraka dan ujungnya adalah surga -ed-), sementara engkau tidak mengetahui apakah akan selamat atau tidak, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab:”Tentu tidak.” Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawab dengan jujur.”
Beliau bertanya lagi: “Apabila telah didatangkan neraca keadilan, sementara engkau tidak mengetahui apakah timbangan amal perbuatanmu akan ringan atau berat, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab: “Tentu tidak.” Beliau berkata:”Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Beliau bertanya lagi: “Apabila engkau sedang berdiri di hadapan Allah untuk ditanya, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab:”Tentu tidak.” Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Beliau lalu berkata: “Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah telah memberi karunia-Nya kepadamu dan telah berbuat baik kepadamu. “Ibnul Faraj berkata: “Maka wanita itupun pulang ke rumahnya menemui suaminya. Si suami bertanya: “Apa yang telah engkau perbuat?” Si istri menjawab: “Sungguh engkau ini pengangguran (kurang ibadah) dan kita ini semuanya pengangguran. ” Setelah itu si istri giat sekali melaksanakan shalat, shaum dan ibadah-ibadah lain. Konon si suami sampai berkata: “Apa yang terjadi antara aku dengan Ubeid? Ia telah merubah istriku. Dahulu setiap malam bagi kami bagaikan malam pengantin, sekarang ia telah berubah menjadi (Ahli Ibadah)???” (Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaaqin, karya Ibnul Qayyim Al-Jauzi hal.340)
Sumber : Aina Nahnu Min Akhlaaqis Salaf, Abdul Azis bin Nashir Al-Jalil Baha’uddien ‘Aqiel, Edisi Indonesia “Panduan Akhlak Salaf” alih bahasa : Abu Umar Basyir Al-Medani

0 komentar: